Dari
dulu Pengen banget mbuatin FF buat Baixian oppa.. oppaku kan luhan sama
baekhyun lah FF luhan yang tak buatin aja dah banyak, sedangkan bebek belum
ada.. sampai baru tak buatin sekarang J
Author : IMA_cross
Title : Dont go from my side
Main Cast :
Byun Baek hyun, Park Jiyeon
Support Cast :
Luhan (EXO) , Chanyeol
(EXO).
Length :
Chaptered
Genre :
romance,fantasy,
mysteri
Rating :
Pg 16
Prolog*
Jiyeon’s POV
Malam
ini aku melintasi lorong rumahku yang super besar. Bagaimana tidak, kami punya 10
kamar dan 15 ruang lainnya. sedikit mengerikan memang jika larut malam sepetang
ini aku harus melintasi lorong besar sambil terpaksa dilihati oleh wajah wajah
di lukisan yang berderet di dinding lorong yang sengaja tidak dicat dan di beri
keramik obsidian kelabu berkerlip. Aku ingat betul Ayah punya kebiasaan minum
kopi di malam hari, biasanya itu kurang lebih jam 11 malam. Di kamarnya.
Seperti
yang kulakukan sekarang ini. Aku membawakan sebuah nampan berisi teko penuh
dengan air kopi Amerika kesukaan Ayah dengan sebuah mug bergambar club
sepakbola favorit Ayah yang biasa ia gunakan untuk menyeduh kopinya. Setelah
diintimidasi oleh semua wajah-wajah beku disepanjang lorong akhirnya kini aku
telah tiba tepat di depan pintu kamar Ayah. Ditutup. Sepertinya di dalam gelap.
Aku tersenyum hambar sambil mengetuk pintu 2 kali.
“ayah, aku bawakan kopi...” Tidak ada sahutan sama sekali dari dalam. Dan
tak akan pernah terdengar. Sampai kopi ini dingin atau sampai suaraku habis
sekalippun.
TES
Sebutir
air menetes dari sudut mataku. Ini sangat ironi. Asal kau perlu tahu, kota kami
punya tradisi aneh. Sangaat aneh. Jadi begini. Setiap seorang penduduk ada yang
mati, selama 40 hari setelah kematiannya, semua penduduk akan bertindak dan
bertingkah seolah-olah ia masih hidup. Tidak akan ada pemakaman sebelum 40 hari
itu berakhir. Pokoknya semua dilakukan seperti hari-hari biasanya. Masalah
mayat. Aku tak tahu dan tak mau tahu. Aku sendiri sudah cukup muak. Semua orang
disini melakukannya sperti orang gila, padahal akupun juga turut melakukkan
tradisi gila itu. Setidaknya setelah Ayah meninggal dalam kecelakaan pesawat 30
hari lalu.
***
Pagi
ini di meja sarapan masih saja tersedia 3 porsi makanan untuk sarapan. Untukku,
ibu dan... Ayah. Meskipun tidak ada Ayah, porsi itu tetap dihidangkan oleh
pelayan dirumah sesuai tradisi yang berlaku di kota ini. Pagi ini pula ibu
terlihat seperti biasanya semenjak kepergian ayah. Murung, ah salah. Jangankan
murung atau melamun sekalipun setidaknya itu masih melakukan sesuatu. Tapi yang
kali ini yang terjadi pada ibu adalah tidak ada. Ia kosong, seperti tanpa
kehidupan. Aku terkadang takut untuk membuka percakapan. Seperti kemarin saat
tiba-tiba aku berbicara pada nya, sama sekali tidak ada respon. Rasanya sulit
untuk memperhatikan suara baginya. Sekarang aku sudah belajar dari pengalaman
yang sudah-sudah. Jangan mengajaknya bicara. Ya. Lakukan saja sesuai alur.
Mungkin ibu butuh waktu untuk mengisi kepedihan hatinya. Ibu yang selama 17
tahun mengasuhku ini memang orang yang paling tidak bisa meluapkan perasaan.
Jangankan menangis, marah pun tidak pernah.tapi justru itulah yang
,mangkhawatirkanku. Ketidakbisaannya untuk menangislah yang membuatnya seperti
sekarang. Menikahi seseorang yang juga anak tunggal merupakan kesalahan
terbesar ibu, sehingga membuatnya sebatang kara seandainya aku meninggalkannya.
***
“ini tanggal berapa?” suara Chanyeol
menyeretku pakasa ke kehidupan sekarang- dilapangan olah raga, disiram sengat
matahari yang membuat pening dan menerbangkan debu yang membuat pandangan jadi
jadi kabur.
“5. 5 Juli.” Jawabku sekenanya. Kemudian ia
bergumam tak jelas.
“setelah Eunji giliranmu. Eh, hei... kau
baik-baik saja?” tanya nya lagi.
“eh, tentu. Yah sedikit pening tak apa kan?”
“apa perlu ku antar ke UKS?” tanyanya lagi
“tidak ah, ini kan ujian penilaian lari jarak
pendek. Aku tidak mau susulan.”
“ya sudah, tapi kau tampak tidak sehat.”
“aku baik-baik saja kok. Tenang saja...”
ujarku berusaha untuk tetap terlihat tangguh.
“sekarang giliranmu, Jiyeon...” bisik salah
satu temanku yang lain.
Aku
sudah berfirasat buruk saat itu. Panas yang menyengat di hamparan lapangan
olahraga ini sangat tidak ramah padaku. Sebentar-sebentar pandanganku kabur,
tapi ku pikir mataku terkena debu biasa. Sudahlah, ayah selalu bilang padaku
untuk tidak jadi perempuan yang manja. Jadi kuabaikan saja semua itu.
“siap!!..”
PRIIIITTTTT!!
Suara
peluit itu memberiku instruksi untuk mulai lari. Aku berlari secepat mungkin
sambil membayangkan ada anjing Grim yang sedang mengejar di belakangku. Tidak
sampai 7 detik, lariku mulai melambat. Bercak-bercak hitam mulai memenuhi
pandanganku. Sampai bercak iu komplit menutupi seluruh pandanganku, aku mulai
tak sadarkan diri, dan semuanya berwarna gelap.
===
Part 1
Authors
POV
“hello,.. apa kau dapat mendengarku?” terdengar suara
yeoja sayup-sayup
“apa kau dapat mendengarku??” tanyanya lagi seraya
menikkan nada
“ne?” Namja itu tersentak kala menyadari ada siswa yang
berdiri disampingnya saat ia menutup loker dan mengajukan bicara. Namja itu
kemudian mengamatinya dari atas sampai bawah seperti tatapann seorang namja
yang sedang menilai bentuk tubuh perempuan(?). cantik, pikirnya.
“ kau kan murid baru itu? Kita sekelas. Sekarang adalah
pelajaran kimia, kita harus ke laboratorium. Kau bisa kesana bersamaku. Ayo..”
ucap yeoja itu panjang lebar.
“oh, baik. Aku ikut. Namaku byun baekhyun. Kalau kau..?”
ujar namja itu sambil memasang wajah bertanya. Bagaimana ia bisa tahu pelajaran yang aku ambil? Jangan-jangan dia
stalker..
“ah, namaku Park jiyeon..” jawab yeoja bernama jiyeon
itu.
“jiyeon,ya..”
gumam baekhyun pelan.
“semua orang membicarakanmu. Yah, ada murid baru begitu.
Dan saat ada wajah asing kebingungan sepertimu, aku langsung punya niat baik.”
“oh ya?”
“Aku juga tahu kau ambil kelas kimia saat kau keluarkan
buku itu. Jadi jangan aku ini stalker ya..”
“eh! Ne. Aku tidak berpikir begitu kok..” sanggah
Baekhyun-yang tidak pandai berbohong jadi tampak aneh karena ia sedang
berbohong tadi- sambil menampilkan senyum terbaiknya.
Saat Jiyeon melihatnya, sekilas ada sesosok bayangan
mengerikan dibelakang namja itu.
“omo!!” teriak
Jiyeon sambil mundur dan menjatuhkan semua buku ditangannya.
‘kenapa yeoja ini? Apa sekaget itukah melihat senyuman
orang yang tampan ini’ pikir Baekhyun.
“wae jakku, jiyeon-ah?” tanyanya sambil membantu jiyeon
memunguti buku dari lantai.
“g..gwaenchannayo.. maaf mengagetkanmu.”
Aneh, sejak
pingsan saat jam olahraga kemarin aku jadi sering melihat hantu. Kemudian ia mendapati bahwa
hantu itu sudah tidak tampak lagi
***
Jiyeon memiliki 10 pelayan di
rumahnya. Namun akhir kahir ini ia sering melihat bahwa mereka ada 15 pelayan atau
lebih. ‘sejak kapan ibu memperkerjaka pelayan baru?’ pikirnya. Disamping itu
sejak 3 hari yang lalu ia menemukan kenyataan terburuknya bahwa ibunya sudah
tidak bisa merespon perkataanya kala ia mencoba berbbincang. ‘apa yang salah
denganku? Apa salahku?’ kecuali ia menjawab sapaan selamat pagi yang biasa di
lancarkan Jiayeon tiap harinya.
Ia kembali mencoba memperhatikan
pelajaran, dan mengerjakan sebuah latihan soal pembukatian trigonometri super
rumit yang dituliskan kyuhyun saem di papan tulis.
“ada yang mau
mencoba mengerjakan ke depan?” tanya guru kyu
Sepi. Sepertinya soal itu kurang
cocok untuk murid-murid yang sedang menngikkuti kelasnya sekarang.
Selesai . gumam Jiyeon di
bangkunya. Namun begitu juga dengan Baekhyun yang juga mengikuti kelas kyuhyun
saem di sana.
Sebenarnya Jiyeon yang
mengangkat tangannya terlebih dahulu, setelah 2 detik berikutnya disusul oleh
acungan jari baekhyun, namun..
“Ne, Kerjakan di
depan, Baekhyun.” Ujar kyuhyun saem, yang sedikit membuat jiyeon kesal aku kan mengangkat tangan lebih dulu, tidak
adil.
“bagus, kau benar”
ujar kyuhyun .
Saat kembali
katempat duduknya yang tepat di depan bangku jiyeon, jiyeon sempat melihat
sebuah senyuman mengejek dari wajah baekhyun.
Sekarang aku tahu, kenapa mayoritas perempuan itu lebih
pintar dari pria dalam hal akademik. Selain karena perempuan memiliki insting
yang kuat, ternyata namja itu terlalu cepat menjadi sombong. Ya. Seperti orang
itu. Runtuk jiyeo dalam hati
==
Suasana istirahat
saat itu tidak begitu mengsyikkan. Awan mendung mulai berarak menyelimuti
langit di kota itu. Gemerisik dedaunan menambah suasana menjadi lebih sendu
kala jiyeon yang tengah duduk memndangi taman sekolah di sebuah bangku panjang
di bawah pohon mapel yang tengah rimbun, seorang diri.
“wae? Kau marah?”
tanya sebuah suara yang ia sudah hafal siapa pemilik suara itu. Baekhyun.
“kenapa aku harus
marah?”
“saat aku bisa
mangerjakan soal tadi, kau tampak tidak bahagia.” Katanya dan duduk di samping
jiyeon
“bukan, hanya tadi
aku yang lebih dulu selesai mengerjakannya, tapi.. sepertinya kyu saem tidak
melihat acungan tanganku.”
“hanya itu? Ah, aku
ini kan murid baru. Mungkin dia ingin melihat seberapa kemampuanku. Kalau kau
kan sudah sering.” Ia mengait kan kesepuluh jarinya di belakang kepalanya dan
mendongak menatap langit “jangan-jangan kau menyukai guru itu??” tanyanya lagi
“aniyo..” jawab
Jiyeon jujur
“jinja?? Kau
menyukainya bukan?”
“tidak, baekhyun.
Apa kau tidak dengar? TIDAK!!” ujarnya sebal
“ kau bohong. Lihat
wajahmu merah..” kini baekhyun sambil menunjuk – nunjuk wajah Jiyeon.
“terserah.” Teriak
jiyeon mengkhiri cuapan tak penting baekhyun. Tak jarang memang namja itu
membuatnya kesal dengan tingkahnya yang seperti itu. Tapi justru namja itulah
satu-satunya orang yang bisa mengisi kesepiannya kini.
***
Kini malam telah tiba. Hari ke
40 kematian ayah jiyeon ini ia berniat untuk kembali mengantarkan kopi untuk
ayahnya, seperti di hari ke 10 kemarin. Ini
untuk yang terakhir. Kemudian ia mengetuk pintu kamar tak berpenghuni itu.
“ayah, aku
membawakanmu kopi.” Ujarnya di balik pintu yang terttuttup rapat. Kemudia pintu
tibe-tibe dibuka, seolah-olah ada seseorang yang membukakannya dari dalam. Jiyeon
tersentak tidak mungkin.
Tidak ada siapa-siapa di dalam.
Atau mungkin ada tapi tidak tampak olah cahaya kamar yang minim, hanya dari
sorotan jendela berkorden putih tipis yang mudah ditembus sinar bulan.
“ kenapa hanya
berdiri di sana? Masuklah.” Sahut suara dari dalam. Suara berat seorang pria
perokok yang sudah berumur. Ayah jiyeon
Ayah? Dia sudah meninggal kan? Tapi.. bagaimana bisa..
“ayah?” suara yang
keluar dari mulutnya hanya seperti bisikan saja. Ia masih berdiri di depan pintu
yang terbuka namun menunjukkan sisi dalamnya yang gelap itu. Tiba-tiba lampu di
meja kerja kamar ayahnya itu hidup dan menampakkan ayah Jiyeon yang wajahnya
dipenuhi luka dan baju kemeja putih yang dibercaki darah kering. Sosok
mengerikan itu menatap ke arah Jiyeon dengan tatapan dingin dan menyeramkan.
Lidah Jiyeon kelu. Ia tidak bisa
menjerit sekarang. Tapi ia sudah menjatuhkan senampan kopi yang tadi dibawanya
dan bergegas lari menjauh dari sana.
Tidak mungkin. Dia hantu. Dia bukan ayah... hantu yang
menyeramkan..
Ditengah larinya melintasi
lorong, tiba-tiba ia menubruk seseorang hingga terjatuh. Anehnya sedari tadi ia
berlari ia sudah melihat jalan, dan tak mendapati seseorang yang bisa ia tabrak
dengan tiba-tiba. Kemudian ia mendongak, menatap seseorang yang ditabraknya
itu.
Jiyeon mengerjab
heran akan pendangannya. Yang dilihatnya adalah seorang namja berwajah pucat
namun berparas tampan. Yang anehnya namja itu pun juga menatap kedua mata
Jiyeon dengan penuh tanda tanya alih-alih menolong yeoja yang sudah ia buat
terjatuh.
“lu..luhan oppa?”
tanya Jiyeon sudah mendapat suaranya kembali.
“Jiyeon, kau bisa
melihatku?” tanya namja pucat yang dipanggil Luhan itu.
Jiyeon mengangguk
heran. “oppa, tapi kau sudah meninggal 3 tahun yang lalu..karena serangan
jantung. Tapi..”
Jiyeon mencoba
berdiri kemudian ia berdiri di hadapan luhan. Jiyeon hapal betul, namja itu
masih sama seperti kakaknya yang hidup 3 tahun yang lalu.
“maka dari itu, aku
heran. Kenapa kau bisa melihatku. Aku ini hantu, tapi aku tetap kakakmu bukan?”
ujar luhan bersikap ramah seraya membuka kedua tangannya seolah menyambut
sebuah pelukan.
Jiyeon tersenyum bahagia dan
berhambur di pelukan kakaknya yang sudah
lama ia rindukan. Saat ia berpikir tubuhnya akan menembus tubuh Luhan seperti
mitos hantu biasanya. Namun kali ini mitos itu salah. Dan tidak berlaku bagi
Jiyeon.
“oppa...
bogoshipeoyo”
***
Eunji menahan lengan Baekhyun
yang sedang berjalan menuju sebuah meja di kantin sekolah. Namja itu hanya
menoleh.
“Kau bisa duduk
denganku.” Ujar Eunji sambil memberi kode pada temannya-Naeun untuk pergi agar
ia bisa duduk berdua saja dengan Baekhyun.
Disudut kantin adalah sebuah
meja yang hanya dihuni satu orang yang setangah niat menyantap makanannya. Dan
orang itu adalah Jiyeon, tentunya.
Baekhyun mengalihkan
pandangannya pada Jiyeon yang tengah duduk sendirian di mejanya. Kemudian
kembali menatap lawan bicaranya seraya mendelik ke arah Naeun.
“lain kali saja ya, Eunji. Aku
tidak enak kalau harus membuat Naeun tersingkir.” Tolaknya sehalus mungkin.
“Ah, kalau begitu duduk saja
dengan kami. Iya kan Eunji?” sahut Naeun disertai anggukan penuh harap dari
Eunji.
“Err... mian, kalian berdua
saja. Aku sedang ingin makan dengan Jiyeon. Kasihan dia sendirian..” tanpa
menunggu jawaban dari Eunji atau Naeun, namja itu berlalu saja meninggalkan
mereka berdua.
Dengan mulut
menganga, keduanya saling pandang menyikapi Baekhyun tadi
“Namja aneh...”
gumam keduanya.
“Hei, pemurung. Kenapa sendiri
di sini? Biasanya kau di sana bersama teman-temanmu,” ujar Baekhyun pada Jiyeon
sambil menunjuk (4 orang yang duduk melingkar di meja lain di sisi kantin itu,
namun menyisakan satu tampat duduk josong yang biasanya di tempati Jiyeon)
dengan dagunya.
“Tidak. Aku sedang ingin sendiri
saja” Jawab Jiyeon menunduk sambil mengaduk aduk makanannya yang tidak di
makan.
“Kalau begitu aku mengganggumu.
Baiklah aku akan pergi.”
“Jangan” sahut Jiyeon sambil
menarik seragam Baekhyun di pergelangan tangannya, dan membuat ada senyum tipis
terbentuk di raut wajah namja itu. ‘sudah kuduga’ pikirnya
“Memang kenapa? Kalian
bertengkar? Ah yeoja selalu saja begitu.” Ujarnya seraya beranjak duduk di
kursi di hadapan jiYeon.
“Tidak kok”
“Lalu?”
“Aku hanya,, bosan”
“bosan ya? Berarti aku tidak
membosankan dong..”
“jangan berpikir begitu dulu. Yah,
kau tahu, kadang saat kau dikelilingi banyak orang tapi anehnya yang kau
rasakan adalah kesepian.”
Baekhyun mengerutkan
dahinya seolah berpikir. “kalau begitu aku tidak ingin membuatmu kesepian lagi”
“benarkah? Apa yang
bisa membuatku percaya?”
Kemudian ditatapnya yeoja di hadapannya itu
lekat-lekat dan mendekatkan wajahnya sambil berkata “kau tidak harus
mempercayaiku. Tapi percayalah pada dirimu sendiri bahawa kau tidak lagi
kesepian. Biar saja mereka tidak menganggapmu, namun kau tak akan kesepian
kalau kau bisa meramaikan hatimu sndiri.”
Akhirnya Jiyeon
sedikit menampakkan senyuman sipul di wajah cantiknya.
“gomawo, aku pasti
sudah gila karena kesepian kalau tidak ada kau.”
“jadi kau
tergila-gila pada ku?”
“mwo?!!”
“sudahlah, lupakan.
Hei, kenapa wajahmu pucat? Apa kau sedang sakit?”
“yang benar?
Bukankah biasanya aku memang seperti ini ya?” jawab Jiyeon sambil mengamati
pantulan wajahnya di mejanya yang terbuat dari kaca.
“Betul juga ya..
kenapa aku baru sadar sekarang, ternyata kau begitu mengerikan”
“yak. Apa kau
bilang???!”
“mian. Hehe, aku
tidak akan mengatakannya lagi. Lagian itu hanya bercanda. Kau cantik kok.”
Jiyeon tersenyum
dalam hati. Entah kenapa hanya dikatakan cantik begitu saja sudah membuatnya
berbunga-bunga.
Gawat. Apa aku mulai menyukainya?
***
“Ada apa antara kau
dan ibu? Di acara pemakaman ayah kemarin kalian sama sekali tampak tidak akur.
Kalian juga tampak murung sekali, sampai sampai tidak ada orang yang mau
mengganggu kalian.” Ujar ‘hantu’ Luhan yang sedang menemani Jiyeon melihat
televisi.
“Kak, percuma. Ibu
sama sekali tidak merasponku. Aku sudah lelah dan sedih melihat ibu seperti
itu.”
Luhan beranjak dari
duduknya untuk mengusir hantu mirip sadako yang ingin mengganggu Jiyeon
“Apa kau sekarang
benar-benar bisa melihat hantu?” tanyanya yang sedang berdiri di hadapan
Jiyeon.
“tantu saja, kalau
tidak aku tidak akan melihatmu.”
“Tunggu...” gumam
Luhan sambil berjalan membelakangi Jiyeon.
“Aku kenapa?”
“Jiyeon
jangan-jangan kau..” ucap Luhan terhenti.
“kenapa? Aku indigo?
Ada yang salah?”
“ah, lupakan. Mungkin kau akan
menyadarinya suatu saat nanti.” Ucap Luhan seraya tersenyum di atas ekspresi
sedihnya. Sayangnya itu membuat ia semakin tampak sedih.
Saat Jiyeon
mengalihkan pandangannya dari televisi, sosok hantu kakaknya itu suda hilang
entah kemana. Luhan oppa, kemana dia?
Aku akan menyadari sesuatu? Apa itu? Kenapa Luhan oppa
tidak terus terang saja????
***
part 2
Baekhyun
mendengus kesal.
“Kenapa
kau menatapku seperti itu?” tanyanya pada yeoja yang sudah menghabiskan
sebagian waktu minggunya dengannya.
Yeoja
itu hanya menggeleng cepat. “aniyo..”
“Berhenti
bilang seperti itu, Jiyeon. Sejak pertama aku bertemu denganmu, kau sering
sekali berekspresi seolah kau kaget akan sesuatu, padahal lihat tidak ada yang
salah. Tapi kau selalu bilang ‘tidak apa-apa’ padaku saat aku berusaha mencari
tahu.” Ujar Baekhyun panjang lebar pada yeoja yang tengah duduk bersamanya di
sebuah restoran.
Jiyeon
tetap diam sambil sesekali mendelik ke arah Baekhyun lalu mengalihkan
tatapannya ke meja.
“Jiyeon,
aku benar-benar penasaran. Kenapa? Apa aku menyeramkan?”
Yeoja
itu hanya tertawa kecil dan membuat gerakan tangan seolah menyambar sesuatu di
hadapannya “hantu” ucapnya santai “itu di belakangmu.” Lanjutnya.
“Mwo??”
jawaban Jiyeon itu membuat Baekhyun sontak menoleh ke belakang “tidak ada”
“yak,
tentu saja kau tidak melihatnya..”
“apa
kau indigo?”
“mungkin”
yaeoja itu mengangkat sedikit bahunya.
---
Seorang
pelayan membawakan pesanan yang dipesan Baekhyun. Pelayan perempuan itu
meletakkankedua porsi makanan itu seraya berkata:
“kau
akan menghabiskan semua ini tuan?”
“tidak.
Aku kan sedang bersama seorang yeoja disini...” jawab baekhyun mendelik ke arah
Jiyeon. Pelayan itu tersenyum, “kalau kau bermaksud mengajakku makan, maaf aku
masih bekerja sekarang.” Ujar pelayan itu sambil memanggang daging di atas batu
panas. Tapi yang diajak bicara sedikit mengabaikan ucapannya.
“Hei,
aku tidak memesan seuatu yang berlemak dan mengandung asam..” ujar baekhyun
asal.
Si
pelayan memutar bola matanya, “baik kalau begitu kau mau air atau angin?”
“hahaha,
ah kurasa itu sudah matang”
“Baiklah,
selamat menikmati hidanganmu.” Kata pelayan itu akhirnya berbalik menjauh.
Meninggal meja Baekhyun dan Jiyeon berada. Tanpa terasa senyuman tipis
tergantung di wajahnya yang cantik ‘kenapa
aku ini? Ah, dasar namja genit.’
---
“Kenapa kau diam? Kau tampak murung, kau
cemburu?” menglihkan pandangannya pada Jiyeon.
“enak saja. Tidak, aku hanya memikirkan
ibuku.”
“ibumu kenapa?”
“entahlah, dia tidak mau diajak bicara. Yang
ia lakukan hanya melamun dan bersedih. Aku taktahu harus bagaimana”
“jadi itu..eumm.. yang membuatmu .. murung?”
tanya Baekhyun sambil mengunyah makanannya membuat kalimat yang ia ucapkan jadi
aneh di dengar.
“sulit rasanya mengingat ibuku yang bersedih
seperti itu, sementara aku bisa tertawa dan tersenyum senyum terus.”
Baekhyun
terdiam, tampak berpikir. , “Apa yang membuat ibumu seperti itu??”
***
Jiyeon
menapakkan kakinya di halaman sekolah. Entah kenapa tiap ia melihat hantu
kakakknya, Luhan, ia malah menjauhi Jiyeon dan hilang begitu saja. Ada yang
aneh dari sikap kakaknya itu. Tidak seperti hari-hari yang lalu, sosok hantu
itu senantiasa bisa tetap menjadi kakaknya yang perhartian dan hangat.
Ia
menatap ke depan. Halaman sekolah dengan bangunan kuno itu kini di backgroudni
dengan cuaca super mendung. Namun yang lebih menyeramkan adalah puluhan hantu
berwajah menyeramkan tengah berdiri diam sambil menatap sinis setiap langkah
Jiyeon. Ia merasa takut, heran, dan bingung bercampur jadi satu ‘ada apa
ini?’ . Ia tetap melangkah seolah tidak melihat mereka. Kebetulan disitu
sangat sepi, Jiyeon mempercepat langkahnya. Hantu-hantu itu banyak sekali,
mereka mulai mengikuti Jiyeon.
“sadarlah, Jiyeon....” ucapan mereka lebih
terdengar saperti rintihan yang semakin membuat Jiyeon takut. Ia mulai berlari
sekarang karana hantu-hantu itu mulai mengejarnya.
Ia menambah kecepatan larinya. Tak peduli pada
orang-orang yang melihatnya berlari-lari di halaman sekolah begitu datang ke
sekolah. Ia tetap berlari sambil ketakutan, sebelum sebuah bongkahan batu
membuatnya tersandung dan pingsan.
---
Jiyeon
membuka matanya, sadar. Dilihatnya sekelilingnya. Kini ia peham bahwa sedari
tadi ia tertidur
di ruang UKS.
“Sial,
aku melewatkan pelajaran. Lihat sekarang jam berapa? Sudah jam sepuluh!”
omelnya pada dirinya sendiri. Di benaknya ia masih diselimuti rasa takut akan
dikejar puluhan hantu seperti tadi.
Dilangkahkannya kaki dengan hati-hati, melihat
kekanan-kiri di lorong sekolah. ‘aneh,
kenapa mereka tidak ada?’ pikirnya heran. Kelas pelajaran tengah dimulai
saat ini, jadi lorong-lorong sekolah tampak sepi, sedang Jiyeon melenggang
dengan gerakan seorang spy yang
kepalanya tengok sana tengok sini menuju ke ruang loker.
Ia baru saja hendak mengambil buku sejarah,
karna jadwalnya sekarang adalah kelas sejarah. Namun belum sampai dibuka
lokernya itu, ia hanya melongo saja membaca secarik stick papper yang ditempel
di pintu lokernya.
Jam 09.45. Kalau tidak ada pelajaran penting,
temui aku di atap gedung utara.
Baekhyun
Yeoja itu tersenyum singkat ‘sejarah tidak begitu penting, kan?’. Ia
kemudian mengurungkan niatnya mengambil kelas sejarah dan bergegas ke gedung
utara.
***
Seorang
namja berdiri nematap hamparan kota dari atap gedung. Angin sepoi-sepoi
menggerak-gerakkan rambut hitamnya. Sedang matanya tampak suram tidak cerah
seperti biasanya.
Sebuah suara yeoja menghamburkannya dari
sesuatu yang tampak tengah ia renungkan. Membuatnya menoleh dan menatap sedih
ke arah yeoja yang tengah melangkah mendekatinya.
“kau masih terbilang baru di sini. Beraninya
bollos pelajaran.” Ucap yeoja yang sekarang berdiri di sisinya.
“aku bolos pelajaran fisika. Kau tahu, semua
temanku yang nilainya tak pantas sedang mengulang ulangan yang mereka lakukan
beberapa waktu lalu. Sayangnya aku satu-satunya yang tidak.” Ucap namja itu.
Si yeoja tahu apa yang berbeda. Ya. Namja itu
berbeda karena ia sedang tampak sedih tak seperti biasanya.
“Baekhyun, kau tampak sedih ada apa?”
“aku baru rasakan ternyata sedih ini begitu
menyakitkan.” Ujar namja itu lirih, saking lirihnya sampai suaranya diterbangkan
angin.
“kenapa? Katakan apa yang bisa menghiburmu.”
Tanya si yeoja. Ia kira ini saatnya ia bisa membalas kebaikan si namja yang
senantiasa bisa menghiburnya saat ia sedang murung.
Namja itu menoleh, ekaspresinya sedikit cerah,
“jiyeon, kau benar ingin mengobati kesedihanku?”
“eh,.. iya.” Entah kenapa yeoja bernama Jiyeon
itu menjadi sedikit ragu.
“kalau begitu tutup matamu.”
“ne?”
“aku bisa semakin sedih kalau kau tidak mau.”
“e .. iya.. iya..” ia mulai memejamkan
matanya.
Tiba-tiba
sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Kini ia membuka matanya dan sadar kalau
Baekhyun tengah menciumnya sekarang.---#skip--- Nafasnya mulai habis, ia
berusaha mendorong namja itu untuk menyudahinya. Tapi Baekhyun malah
memperdalam ciumanya dan memeluknya erat-erat.
“akku..ti..dak mau... kehhh. ..hilang..ngan..mu...”
ujar Baekhyun di sela ciumannya.
Jiyeon
menyadari sesuatu yang aneh dari kalimat Baekhyun. Niatnya untuk bertanya
begitu kuat untuk mendorong namja yang masih menciumnya itu kuat-kuat hingga
mundur selangkah memberi jarak diantara mereka.
Jiyeon mengedipkan matanya dua kali. Silau,
“wae? Aku tidak akan meninggalkanmu..”
Namja dihadapannya menatapnya tajam penuh luka
tersirat yang nampak lewat matanya,
“Tapi Jiyeon... kau..kau.. sudah
meninggal.”
FLASHBACK beberapa jam yang lalu....
TEETTT...TETT..
Bel
yang berdering tiap dua jam pelajaran sekali itu baru saja berdering. Semua
murit-murit yang tadinya berada di kelas masing-masing sesuai jadwal harian
yang mereka ambil di awal semester berhamburan keluar menuju loker untuk
menyiapkan pelajaran selanjutnya.
Baekhyun
yang baru saja keluar dari kelas kalkulus tampak tengah mencari keberadaan
seseorang. Kepalanya menoleh kesana-kemari dan mata sipitnya mencermati setiap
sudut di sana ‘dimana yeoja itu?’
“baekhyun,
kau mencari siapa?” tanya teman sekelasnya, Cahnyeol yang menyusulnya keluar
dari ruang kelas.
“Jiyeon.. dari pegi aku belum melihatnya. Apa
dia tidak masuk?”
ucapan itu bagai halilintar yang seolah menampar wajah Chanyeol. Ia pun
menganga heran.
“ka..kau kenal dengan Jiyeon? Kau kan murid
baru..”
“tentu saja. Jangan kira murid baru tidak bisa
dekat dengan yeoja cantik.”
Chanyeol tetap kalut seperti tadi, “sejak
kapan kau mengenalnya?”
“sejak hari pertama aku masuk ke sini. Yak,
kau ini kenapa bertanya seperti itu?”
“Baekhyun, kau bisa ikut aku sebentar?” ujar Chanyeol sambil melirik ke sekelilingnya
yang ramai.
Tempat
mereka kini sepi. Chanyeol merasa sekaranglah waktu yang tepat untuk mengatakan
yang sebenarnya pada teman barunya, Baekhyun.
Kemudian namja jangkung itu berbisik,
“Sebenarnya, Jiyeon sudah meninggal 20 hari lalu. Tepat sehari sebelum
kedatanganmu ke sekolah ini.”
Baekhyun
tersentak. Heran, tentu saja. Hampir setiap hari berjalan, tertawa, berbincang,
bersama gadis yang sudah mati 20 hari yang lalu??
“Tidak mungkin, kau mengacau.”
“Yak! Aku tidak bercanda..” raut mukanya benar-benar serius
sekarang, tak seperti biasanya.
“Mana mungkin! Sejak mengenalnya, aku sering
melihatnya bersama teman-temannya, setiap hari pun ia selalu dapat bangku di
tengah saat di kelas. Saat ulangan pun seongsangnim selalu memberinya kertas
ualangan dan kertas soalnya. Dan setiap hari pun selalu saja ada yang
menyapanya, memberinya ucapan selamat pagi, apa kabar” ia terengah saking
semangatnya ia berkata tadi “jadi kau pasti sedang berbohong padaku.” Lanjutnya
kemudian.
“byun baekhyun, dengarkan aku. Kau orang baru,
jadi mungkin kau belum paham suatu tradisi di sini.”
“tradisi?” suara baekhyun meninggi. Ia sudah
tak tahu lagi arah pembicaraan temannya itu.
“ di sini. Selama 40 hari seseorang meninggal,
semua penduduk kota akan bersikap seolah ia tidak meninggal. Kami semua kan
bertindak sebisa mungkin seolah dia masih ada di sini. Jadi begitu pula dengan
kami. Kami akan berusaha berperilaku seolah masih ada murid bernama Park Jiyeon
di sini...” kalimatnya berakhir menggantung, “padahal tidak” Chanyeol
melanjutkan.
“tapi...”
“kalau kau tidak percaya, kau bisa tanya pada
seluruh murid di sini.” Ucap Chanyeol menegasi untaian kisahnya itu.
Baekhyun
merasa hatinya tertohok besi karatan. Rasa ngilu memelintir ulu hatinya.ia diam
seribu bahasa sekarang. Seolah terbungkam kenyataan yang sangatlah mustahil
baginya. Ia bingung apakah perasaan yang tengah ia rasakan sekarang. Bingung,
sedih, dan perasaan kalut akan ditinggalkan melilitnya seperti tornado yang
bergemuruh di benaknya. Selain itu..
“apa aku sudah gila?”
FLASHBACK END
Jiyeon
mengerjap. Kakinya yang lemas membuatnya terhuyung mundur ke belakang, “apa
katamu?”
“seseorang bernama Jiyeon sudahlah meninggal.
Bukankah itu kau?” semburan rasa pahit dari empedu menyembur dari dalam
tenggorokannya ke rongga mulut baekhyun. Merajami lidahnya kala ia
mengatakannya.
Aku sudah
meninggal? Lantas apa aku ini?
Hantu? Arwah?
Kemudian
sebuah film berdurasi cepat terputar jelas di pikiran Jiyeon. Seperti flashback
yang kemudian diputar ulang.
.....
Aku duduk menatap ibu menyantap hidangan
makan malamnya dengan setengah niat. Ia tampak begitu sedih. Aku sudah hapal,
seolah terlatih untuk senantiasa melihat pemandangan ini setiap harinya. Dengan
ragu, aku mulai membuka suara.
“ibu,
adakah yang membuatmu sedih?”
Sunyi. Ibu
hanya diam. Melihatku pun tidak.
“ibu, apa
kau mendengarku?”
Sepi.
Seolah tak mendengar apapun.
“ibu.....??”
Hening.
Tak ada suara lain yang ku dengar selain suara berisik yang kukeluarkan
sendiri.
.....
Hantu dimana-mana,.. aku tak
tahu apa alasan dibalik kenapa mereka tampak olehku. Dan itu sedikit
mengusikku.
.....
Aku selesai mengerjakan soal
kyu-saem paling awal. Jadi aku mengacungkan jariku cepat-cepat untuk
diperbolehkan menjelaskan jawabanku kepada teman yang lain. Tapi kyuhyun
seongsaengnim tidak menyuruhku maju seperti biasa. Buruknya, ia bahkan sama
sekali tidak melihatku.
......
‘Semua orang berlalu dan
menyapaku tanpa menatap mataku. Seolah berbicara dengan angin. Ada apa ini?’ renungku
saat makan siang di kantin sekolah. Hingga suara namja menyentakku dari
pikiranku yang sedang mengelana jauh.
“Hei,
pemurung. Kenapa sendiri di sini? Biasanya kau di sana bersama teman-temanmu,”
ujar baekhyun.
Ah,
namja itu-lah satu-satunya orang yang begitu cerewet kepadaku disaat semua
orang sedang menganggapku tuli sekarang. Teman-temanku? Percuma aku disana,
Cuma seperti seonggok patung yang disediakan ruang untuk dipajang, tidak untuk
diajak bicara.
......
Seorang pelayan berbicara aneh
pada baekhyun. Ia menjawab pernyataan namja itu dengan tidak wajar. Baekhyun
ingin mengajaknya makan? Hello.. ada aku disini. Apa kau tidak melihatku????
......
Aku bertemu dengan hantu kakakku, Luhan.
Sepertinya dia tahu sesuatu tentang kenapa aku diacuhkan semua orang dan
perihal aku jadi bisa melihat hantu. Tapi disaat aku bertanya penyebabnya, ia
pun menghilang. Bahkan samapi sekarang pun aku masih belum melihatnya. Aku
terus berpikir tentang segala perubahan drastis dalam hidupku ini.
......
“Baekhyun,
aku tidak mengerti..”
“Barangkali
kau tidak merasa. Mungkin setiap aku berbicara denganmu, makan denganmu,
tertawa bersamamu.. mungkin orang akan menganggapku tolol. Atau seandainya ada
orang yang sedang melihat kita sekarang, pasti yang ia lihat adalah orang sinting yang sedang
berbicara sendiri.” Ada sedikit penyesalan di akhir ucapannya itu.
Penyesalan itu membuatnya memilih untuk
menunduk menatap sepatunya dari pada menyaksikan jiyeon yang akan tampak
menyedihkan dan sangat terpukul.
Seribu
juta voltase seakan menyengat
setiap sel-sel otaknya. Ups, salah. Bukankah dia adalah hantu??..
Lututnya
mulai lemas menyangga tubuhnya dan pikiran yang mulai terbuyar seolah lupa
menyuruh otot kakinya untuk menahannya tetap berdiri tegap. Sedikit sedikit ia
mundur terhuyung menjauhi baekhyun. Mulutnya kelu seakan lupa bernafas.
Ia masih terhuyung mundur.. selangkah..dua
langkah.. tiga langkah.. tapi ia sidah lenyap seakan diterbangkan angin. Hilang
dari hadapan baekhyun.
“tapi jiyeon.. aku begitu mencintaimu..” ucap
baekhyun yang begitu mengangkat wajahnya mengetahui kalau yeoja itu tidak ada
di sana lagi. Terlambat. Tentu saja. Sayang
sekali…
“aku belum selesai bicara. Jangan pergi..”
ujarnya sendiri. Lirih.
“Jiyeon, jangan tinggalkan aku. . saranghae..”
~~~~end
*maaf kalo
endingnya sedih gitu…hehe. Dari awal author udah pengen bikin ff berakhir tidak
bahagia gitu.. bagi pembaca aku harapin comment-nya…dan yang udah comment,
gomawo eapz..=D*