Selasa, 24 Juni 2014

[FF]dont go from my side


Dari dulu Pengen banget mbuatin FF buat Baixian oppa.. oppaku kan luhan sama baekhyun lah FF luhan yang tak buatin aja dah banyak, sedangkan bebek belum ada.. sampai baru tak buatin sekarang J
Author : IMA_cross
Title                 : Dont go from my side
Main Cast        : Byun Baek hyun, Park Jiyeon
Support Cast    : Luhan (EXO) , Chanyeol (EXO).        
Length             : Chaptered
Genre              : romance,fantasy, mysteri
Rating              : Pg 16

Prolog*
Jiyeon’s POV

                Malam ini aku melintasi lorong rumahku yang super besar. Bagaimana tidak, kami punya 10 kamar dan 15 ruang lainnya. sedikit mengerikan memang jika larut malam sepetang ini aku harus melintasi lorong besar sambil terpaksa dilihati oleh wajah wajah di lukisan yang berderet di dinding lorong yang sengaja tidak dicat dan di beri keramik obsidian kelabu berkerlip. Aku ingat betul Ayah punya kebiasaan minum kopi di malam hari, biasanya itu kurang lebih jam 11 malam. Di kamarnya.
                Seperti yang kulakukan sekarang ini. Aku membawakan sebuah nampan berisi teko penuh dengan air kopi Amerika kesukaan Ayah dengan sebuah mug bergambar club sepakbola favorit Ayah yang biasa ia gunakan untuk menyeduh kopinya. Setelah diintimidasi oleh semua wajah-wajah beku disepanjang lorong akhirnya kini aku telah tiba tepat di depan pintu kamar Ayah. Ditutup. Sepertinya di dalam gelap. Aku tersenyum hambar sambil mengetuk pintu 2 kali.
“ayah, aku bawakan kopi...”  Tidak ada sahutan sama sekali dari dalam. Dan tak akan pernah terdengar. Sampai kopi ini dingin atau sampai suaraku habis sekalippun.
                TES
                Sebutir air menetes dari sudut mataku. Ini sangat ironi. Asal kau perlu tahu, kota kami punya tradisi aneh. Sangaat aneh. Jadi begini. Setiap seorang penduduk ada yang mati, selama 40 hari setelah kematiannya, semua penduduk akan bertindak dan bertingkah seolah-olah ia masih hidup. Tidak akan ada pemakaman sebelum 40 hari itu berakhir. Pokoknya semua dilakukan seperti hari-hari biasanya. Masalah mayat. Aku tak tahu dan tak mau tahu. Aku sendiri sudah cukup muak. Semua orang disini melakukannya sperti orang gila, padahal akupun juga turut melakukkan tradisi gila itu. Setidaknya setelah Ayah meninggal dalam kecelakaan pesawat 30 hari lalu.
***
                Pagi ini di meja sarapan masih saja tersedia 3 porsi makanan untuk sarapan. Untukku, ibu dan... Ayah. Meskipun tidak ada Ayah, porsi itu tetap dihidangkan oleh pelayan dirumah sesuai tradisi yang berlaku di kota ini. Pagi ini pula ibu terlihat seperti biasanya semenjak kepergian ayah. Murung, ah salah. Jangankan murung atau melamun sekalipun setidaknya itu masih melakukan sesuatu. Tapi yang kali ini yang terjadi pada ibu adalah tidak ada. Ia kosong, seperti tanpa kehidupan. Aku terkadang takut untuk membuka percakapan. Seperti kemarin saat tiba-tiba aku berbicara pada nya, sama sekali tidak ada respon. Rasanya sulit untuk memperhatikan suara baginya. Sekarang aku sudah belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Jangan mengajaknya bicara. Ya. Lakukan saja sesuai alur. Mungkin ibu butuh waktu untuk mengisi kepedihan hatinya. Ibu yang selama 17 tahun mengasuhku ini memang orang yang paling tidak bisa meluapkan perasaan. Jangankan menangis, marah pun tidak pernah.tapi justru itulah yang ,mangkhawatirkanku. Ketidakbisaannya untuk menangislah yang membuatnya seperti sekarang. Menikahi seseorang yang juga anak tunggal merupakan kesalahan terbesar ibu, sehingga membuatnya sebatang kara seandainya aku meninggalkannya.
                ***
“ini tanggal berapa?” suara Chanyeol menyeretku pakasa ke kehidupan sekarang- dilapangan olah raga, disiram sengat matahari yang membuat pening dan menerbangkan debu yang membuat pandangan jadi jadi kabur.
“5. 5 Juli.” Jawabku sekenanya. Kemudian ia bergumam tak jelas.
“setelah Eunji giliranmu. Eh, hei... kau baik-baik saja?” tanya nya lagi.
“eh, tentu. Yah sedikit pening tak apa kan?”
“apa perlu ku antar ke UKS?” tanyanya lagi
“tidak ah, ini kan ujian penilaian lari jarak pendek. Aku tidak mau susulan.”
“ya sudah, tapi kau tampak tidak sehat.”
“aku baik-baik saja kok. Tenang saja...” ujarku berusaha untuk tetap terlihat tangguh.
“sekarang giliranmu, Jiyeon...” bisik salah satu temanku yang lain.
                Aku sudah berfirasat buruk saat itu. Panas yang menyengat di hamparan lapangan olahraga ini sangat tidak ramah padaku. Sebentar-sebentar pandanganku kabur, tapi ku pikir mataku terkena debu biasa. Sudahlah, ayah selalu bilang padaku untuk tidak jadi perempuan yang manja. Jadi kuabaikan saja semua itu.
                “siap!!..” PRIIIITTTTT!!
                Suara peluit itu memberiku instruksi untuk mulai lari. Aku berlari secepat mungkin sambil membayangkan ada anjing Grim yang sedang mengejar di belakangku. Tidak sampai 7 detik, lariku mulai melambat. Bercak-bercak hitam mulai memenuhi pandanganku. Sampai bercak iu komplit menutupi seluruh pandanganku, aku mulai tak sadarkan diri, dan semuanya berwarna gelap.
===

Part 1

Authors POV

“hello,.. apa kau dapat mendengarku?” terdengar suara yeoja sayup-sayup
“apa kau dapat mendengarku??” tanyanya lagi seraya menikkan nada
“ne?” Namja itu tersentak kala menyadari ada siswa yang berdiri disampingnya saat ia menutup loker dan mengajukan bicara. Namja itu kemudian mengamatinya dari atas sampai bawah seperti tatapann seorang namja yang sedang menilai bentuk tubuh perempuan(?). cantik, pikirnya.  
“ kau kan murid baru itu? Kita sekelas. Sekarang adalah pelajaran kimia, kita harus ke laboratorium. Kau bisa kesana bersamaku. Ayo..” ucap yeoja itu panjang lebar.
“oh, baik. Aku ikut. Namaku byun baekhyun. Kalau kau..?” ujar namja itu sambil memasang wajah bertanya. Bagaimana ia bisa tahu pelajaran yang aku ambil? Jangan-jangan dia stalker..
“ah, namaku Park jiyeon..” jawab yeoja bernama jiyeon itu.
 “jiyeon,ya..” gumam baekhyun pelan.
“semua orang membicarakanmu. Yah, ada murid baru begitu. Dan saat ada wajah asing kebingungan sepertimu, aku langsung punya niat baik.”
“oh ya?”
“Aku juga tahu kau ambil kelas kimia saat kau keluarkan buku itu. Jadi jangan aku ini stalker ya..”
“eh! Ne. Aku tidak berpikir begitu kok..” sanggah Baekhyun-yang tidak pandai berbohong jadi tampak aneh karena ia sedang berbohong tadi- sambil menampilkan senyum terbaiknya.
Saat Jiyeon melihatnya, sekilas ada sesosok bayangan mengerikan dibelakang namja itu.
“omo!!”  teriak Jiyeon sambil mundur dan menjatuhkan semua buku ditangannya.
‘kenapa yeoja ini? Apa sekaget itukah melihat senyuman orang yang tampan ini’ pikir Baekhyun.
“wae jakku, jiyeon-ah?” tanyanya sambil membantu jiyeon memunguti buku dari lantai.
“g..gwaenchannayo.. maaf mengagetkanmu.”
Aneh, sejak pingsan saat jam olahraga kemarin aku jadi sering melihat hantu. Kemudian ia mendapati bahwa hantu itu sudah tidak tampak lagi
                                                                                      ***
                Jiyeon memiliki 10 pelayan di rumahnya. Namun akhir kahir ini ia sering melihat bahwa mereka ada 15 pelayan atau lebih. ‘sejak kapan ibu memperkerjaka pelayan baru?’ pikirnya. Disamping itu sejak 3 hari yang lalu ia menemukan kenyataan terburuknya bahwa ibunya sudah tidak bisa merespon perkataanya kala ia mencoba berbbincang. ‘apa yang salah denganku? Apa salahku?’ kecuali ia menjawab sapaan selamat pagi yang biasa di lancarkan Jiayeon tiap harinya.
                Ia kembali mencoba memperhatikan pelajaran, dan mengerjakan sebuah latihan soal pembukatian trigonometri super rumit yang dituliskan kyuhyun saem di papan tulis.
“ada yang mau mencoba mengerjakan ke depan?” tanya guru kyu
                Sepi. Sepertinya soal itu kurang cocok untuk murid-murid yang sedang menngikkuti kelasnya sekarang.
Selesai . gumam Jiyeon di bangkunya. Namun begitu juga dengan Baekhyun yang juga mengikuti kelas kyuhyun saem di sana.
                Sebenarnya Jiyeon yang mengangkat tangannya terlebih dahulu, setelah 2 detik berikutnya disusul oleh acungan jari baekhyun, namun..
“Ne, Kerjakan di depan, Baekhyun.” Ujar kyuhyun saem, yang sedikit membuat jiyeon kesal aku kan mengangkat tangan lebih dulu, tidak adil.
“bagus, kau benar” ujar kyuhyun .
Saat kembali katempat duduknya yang tepat di depan bangku jiyeon, jiyeon sempat melihat sebuah senyuman mengejek dari wajah baekhyun.
Sekarang aku tahu, kenapa mayoritas perempuan itu lebih pintar dari pria dalam hal akademik. Selain karena perempuan memiliki insting yang kuat, ternyata namja itu terlalu cepat menjadi sombong. Ya. Seperti orang itu. Runtuk jiyeo dalam hati
==
Suasana istirahat saat itu tidak begitu mengsyikkan. Awan mendung mulai berarak menyelimuti langit di kota itu. Gemerisik dedaunan menambah suasana menjadi lebih sendu kala jiyeon yang tengah duduk memndangi taman sekolah di sebuah bangku panjang di bawah pohon mapel yang tengah rimbun, seorang diri.
“wae? Kau marah?” tanya sebuah suara yang ia sudah hafal siapa pemilik suara itu. Baekhyun.
“kenapa aku harus marah?”
“saat aku bisa mangerjakan soal tadi, kau tampak tidak bahagia.” Katanya dan duduk di samping jiyeon
“bukan, hanya tadi aku yang lebih dulu selesai mengerjakannya, tapi.. sepertinya kyu saem tidak melihat acungan tanganku.”
“hanya itu? Ah, aku ini kan murid baru. Mungkin dia ingin melihat seberapa kemampuanku. Kalau kau kan sudah sering.” Ia mengait kan kesepuluh jarinya di belakang kepalanya dan mendongak menatap langit “jangan-jangan kau menyukai guru itu??” tanyanya lagi
“aniyo..” jawab Jiyeon jujur
“jinja?? Kau menyukainya bukan?”
“tidak, baekhyun. Apa kau tidak dengar? TIDAK!!” ujarnya sebal
“ kau bohong. Lihat wajahmu merah..” kini baekhyun sambil menunjuk – nunjuk wajah Jiyeon.
“terserah.” Teriak jiyeon mengkhiri cuapan tak penting baekhyun. Tak jarang memang namja itu membuatnya kesal dengan tingkahnya yang seperti itu. Tapi justru namja itulah satu-satunya orang yang bisa mengisi kesepiannya kini.
***
                Kini malam telah tiba. Hari ke 40 kematian ayah jiyeon ini ia berniat untuk kembali mengantarkan kopi untuk ayahnya, seperti di hari ke 10 kemarin. Ini untuk yang terakhir. Kemudian ia mengetuk pintu kamar tak berpenghuni itu.
“ayah, aku membawakanmu kopi.” Ujarnya di balik pintu yang terttuttup rapat. Kemudia pintu tibe-tibe dibuka, seolah-olah ada seseorang yang membukakannya dari dalam. Jiyeon tersentak tidak mungkin.
                Tidak ada siapa-siapa di dalam. Atau mungkin ada tapi tidak tampak olah cahaya kamar yang minim, hanya dari sorotan jendela berkorden putih tipis yang mudah ditembus sinar bulan.
“ kenapa hanya berdiri di sana? Masuklah.” Sahut suara dari dalam. Suara berat seorang pria perokok yang sudah berumur. Ayah jiyeon
Ayah? Dia sudah meninggal kan? Tapi.. bagaimana bisa..
“ayah?” suara yang keluar dari mulutnya hanya seperti bisikan saja. Ia masih berdiri di depan pintu yang terbuka namun menunjukkan sisi dalamnya yang gelap itu. Tiba-tiba lampu di meja kerja kamar ayahnya itu hidup dan menampakkan ayah Jiyeon yang wajahnya dipenuhi luka dan baju kemeja putih yang dibercaki darah kering. Sosok mengerikan itu menatap ke arah Jiyeon dengan tatapan dingin dan menyeramkan.
                Lidah Jiyeon kelu. Ia tidak bisa menjerit sekarang. Tapi ia sudah menjatuhkan senampan kopi yang tadi dibawanya dan bergegas lari menjauh dari sana.
Tidak mungkin. Dia hantu. Dia bukan ayah... hantu yang menyeramkan..
                Ditengah larinya melintasi lorong, tiba-tiba ia menubruk seseorang hingga terjatuh. Anehnya sedari tadi ia berlari ia sudah melihat jalan, dan tak mendapati seseorang yang bisa ia tabrak dengan tiba-tiba. Kemudian ia mendongak, menatap seseorang yang ditabraknya itu.
Jiyeon mengerjab heran akan pendangannya. Yang dilihatnya adalah seorang namja berwajah pucat namun berparas tampan. Yang anehnya namja itu pun juga menatap kedua mata Jiyeon dengan penuh tanda tanya alih-alih menolong yeoja yang sudah ia buat terjatuh.
“lu..luhan oppa?” tanya Jiyeon sudah mendapat suaranya kembali.
“Jiyeon, kau bisa melihatku?” tanya namja pucat yang dipanggil Luhan itu.
Jiyeon mengangguk heran. “oppa, tapi kau sudah meninggal 3 tahun yang lalu..karena serangan jantung. Tapi..”
Jiyeon mencoba berdiri kemudian ia berdiri di hadapan luhan. Jiyeon hapal betul, namja itu masih sama seperti kakaknya yang hidup 3 tahun yang lalu.
“maka dari itu, aku heran. Kenapa kau bisa melihatku. Aku ini hantu, tapi aku tetap kakakmu bukan?” ujar luhan bersikap ramah seraya membuka kedua tangannya seolah menyambut sebuah pelukan.
                Jiyeon tersenyum bahagia dan berhambur di pelukan kakaknya  yang sudah lama ia rindukan. Saat ia berpikir tubuhnya akan menembus tubuh Luhan seperti mitos hantu biasanya. Namun kali ini mitos itu salah. Dan tidak berlaku bagi Jiyeon.
“oppa... bogoshipeoyo”
***
                Eunji menahan lengan Baekhyun yang sedang berjalan menuju sebuah meja di kantin sekolah. Namja itu hanya menoleh.
“Kau bisa duduk denganku.” Ujar Eunji sambil memberi kode pada temannya-Naeun untuk pergi agar ia bisa duduk berdua saja dengan Baekhyun.
                Disudut kantin adalah sebuah meja yang hanya dihuni satu orang yang setangah niat menyantap makanannya. Dan orang itu adalah Jiyeon, tentunya.
                Baekhyun mengalihkan pandangannya pada Jiyeon yang tengah duduk sendirian di mejanya. Kemudian kembali menatap lawan bicaranya seraya mendelik ke arah Naeun.
                “lain kali saja ya, Eunji. Aku tidak enak kalau harus membuat Naeun tersingkir.” Tolaknya sehalus mungkin.
                “Ah, kalau begitu duduk saja dengan kami. Iya kan Eunji?” sahut Naeun disertai anggukan penuh harap dari Eunji.
                “Err... mian, kalian berdua saja. Aku sedang ingin makan dengan Jiyeon. Kasihan dia sendirian..” tanpa menunggu jawaban dari Eunji atau Naeun, namja itu berlalu saja meninggalkan mereka berdua.
Dengan mulut menganga, keduanya saling pandang menyikapi Baekhyun tadi
“Namja aneh...” gumam keduanya.
                “Hei, pemurung. Kenapa sendiri di sini? Biasanya kau di sana bersama teman-temanmu,” ujar Baekhyun pada Jiyeon sambil menunjuk (4 orang yang duduk melingkar di meja lain di sisi kantin itu, namun menyisakan satu tampat duduk josong yang biasanya di tempati Jiyeon) dengan dagunya.
                “Tidak. Aku sedang ingin sendiri saja” Jawab Jiyeon menunduk sambil mengaduk aduk makanannya yang tidak di makan.
                “Kalau begitu aku mengganggumu. Baiklah aku akan pergi.”
                “Jangan” sahut Jiyeon sambil menarik seragam Baekhyun di pergelangan tangannya, dan membuat ada senyum tipis terbentuk di raut wajah namja itu. ‘sudah kuduga’ pikirnya
                “Memang kenapa? Kalian bertengkar? Ah yeoja selalu saja begitu.” Ujarnya seraya beranjak duduk di kursi di hadapan jiYeon.
                “Tidak kok”
                “Lalu?”
                “Aku hanya,, bosan”
                “bosan ya? Berarti aku tidak membosankan dong..”
                “jangan berpikir begitu dulu. Yah, kau tahu, kadang saat kau dikelilingi banyak orang tapi anehnya yang kau rasakan adalah kesepian.”
Baekhyun mengerutkan dahinya seolah berpikir. “kalau begitu aku tidak ingin membuatmu kesepian lagi”
“benarkah? Apa yang bisa membuatku percaya?”
 Kemudian ditatapnya yeoja di hadapannya itu lekat-lekat dan mendekatkan wajahnya sambil berkata “kau tidak harus mempercayaiku. Tapi percayalah pada dirimu sendiri bahawa kau tidak lagi kesepian. Biar saja mereka tidak menganggapmu, namun kau tak akan kesepian kalau kau bisa meramaikan hatimu sndiri.”
Akhirnya Jiyeon sedikit menampakkan senyuman sipul di wajah cantiknya.
“gomawo, aku pasti sudah gila karena kesepian kalau tidak ada kau.”
“jadi kau tergila-gila pada ku?”
“mwo?!!”
“sudahlah, lupakan. Hei, kenapa wajahmu pucat? Apa kau sedang sakit?”
“yang benar? Bukankah biasanya aku memang seperti ini ya?” jawab Jiyeon sambil mengamati pantulan wajahnya di mejanya yang terbuat dari kaca.
“Betul juga ya.. kenapa aku baru sadar sekarang, ternyata kau begitu mengerikan”
“yak. Apa kau bilang???!”
“mian. Hehe, aku tidak akan mengatakannya lagi. Lagian itu hanya bercanda. Kau cantik kok.”
Jiyeon tersenyum dalam hati. Entah kenapa hanya dikatakan cantik begitu saja sudah membuatnya berbunga-bunga.
Gawat. Apa aku mulai menyukainya?
***
“Ada apa antara kau dan ibu? Di acara pemakaman ayah kemarin kalian sama sekali tampak tidak akur. Kalian juga tampak murung sekali, sampai sampai tidak ada orang yang mau mengganggu kalian.” Ujar ‘hantu’ Luhan yang sedang menemani Jiyeon melihat televisi.
“Kak, percuma. Ibu sama sekali tidak merasponku. Aku sudah lelah dan sedih melihat ibu seperti itu.”
Luhan beranjak dari duduknya untuk mengusir hantu mirip sadako yang ingin mengganggu Jiyeon
“Apa kau sekarang benar-benar bisa melihat hantu?” tanyanya yang sedang berdiri di hadapan Jiyeon.
“tantu saja, kalau tidak aku tidak akan melihatmu.”
“Tunggu...” gumam Luhan sambil berjalan membelakangi Jiyeon.
“Aku kenapa?”
“Jiyeon jangan-jangan kau..” ucap Luhan terhenti.
“kenapa? Aku indigo? Ada yang salah?”
“ah, lupakan. Mungkin kau akan menyadarinya suatu saat nanti.” Ucap Luhan seraya tersenyum di atas ekspresi sedihnya. Sayangnya itu membuat ia semakin tampak sedih.
Saat Jiyeon mengalihkan pandangannya dari televisi, sosok hantu kakaknya itu suda hilang entah kemana. Luhan oppa, kemana dia?
Aku akan menyadari sesuatu? Apa itu? Kenapa Luhan oppa tidak terus terang saja????
***


part 2
               
                Baekhyun mendengus kesal.
                “Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyanya pada yeoja yang sudah menghabiskan sebagian waktu minggunya dengannya.       
                Yeoja itu hanya menggeleng cepat. “aniyo..”
                “Berhenti bilang seperti itu, Jiyeon. Sejak pertama aku bertemu denganmu, kau sering sekali berekspresi seolah kau kaget akan sesuatu, padahal lihat tidak ada yang salah. Tapi kau selalu bilang ‘tidak apa-apa’ padaku saat aku berusaha mencari tahu.” Ujar Baekhyun panjang lebar pada yeoja yang tengah duduk bersamanya di sebuah restoran.
                Jiyeon tetap diam sambil sesekali mendelik ke arah Baekhyun lalu mengalihkan tatapannya ke meja.
                “Jiyeon, aku benar-benar penasaran. Kenapa? Apa aku menyeramkan?”
                Yeoja itu hanya tertawa kecil dan membuat gerakan tangan seolah menyambar sesuatu di hadapannya “hantu” ucapnya santai “itu di belakangmu.” Lanjutnya.
                “Mwo??” jawaban Jiyeon itu membuat Baekhyun sontak menoleh ke belakang “tidak ada”
                “yak, tentu saja kau tidak melihatnya..”
                “apa kau indigo?”
                “mungkin” yaeoja itu mengangkat sedikit bahunya.
---
                Seorang pelayan membawakan pesanan yang dipesan Baekhyun. Pelayan perempuan itu meletakkankedua porsi makanan itu seraya berkata:
                “kau akan menghabiskan semua ini tuan?”
                “tidak. Aku kan sedang bersama seorang yeoja disini...” jawab baekhyun mendelik ke arah Jiyeon. Pelayan itu tersenyum, “kalau kau bermaksud mengajakku makan, maaf aku masih bekerja sekarang.” Ujar pelayan itu sambil memanggang daging di atas batu panas. Tapi yang diajak bicara sedikit mengabaikan ucapannya.
                “Hei, aku tidak memesan seuatu yang berlemak dan mengandung asam..” ujar baekhyun asal.
                Si pelayan memutar bola matanya, “baik kalau begitu kau mau air atau angin?”
                “hahaha, ah kurasa itu sudah matang”
                “Baiklah, selamat menikmati hidanganmu.” Kata pelayan itu akhirnya berbalik menjauh. Meninggal meja Baekhyun dan Jiyeon berada. Tanpa terasa senyuman tipis tergantung di wajahnya yang cantik ‘kenapa aku ini? Ah, dasar namja genit.’
---
“Kenapa kau diam? Kau tampak murung, kau cemburu?” menglihkan pandangannya pada Jiyeon.
“enak saja. Tidak, aku hanya memikirkan ibuku.”
“ibumu kenapa?”
“entahlah, dia tidak mau diajak bicara. Yang ia lakukan hanya melamun dan bersedih. Aku taktahu harus bagaimana”
“jadi itu..eumm.. yang membuatmu .. murung?” tanya Baekhyun sambil mengunyah makanannya membuat kalimat yang ia ucapkan jadi aneh di dengar.
“sulit rasanya mengingat ibuku yang bersedih seperti itu, sementara aku bisa tertawa dan tersenyum senyum terus.”
                Baekhyun terdiam, tampak berpikir. , “Apa yang membuat ibumu seperti itu??”
***
                Jiyeon menapakkan kakinya di halaman sekolah. Entah kenapa tiap ia melihat hantu kakakknya, Luhan, ia malah menjauhi Jiyeon dan hilang begitu saja. Ada yang aneh dari sikap kakaknya itu. Tidak seperti hari-hari yang lalu, sosok hantu itu senantiasa bisa tetap menjadi kakaknya yang perhartian dan hangat.
                Ia menatap ke depan. Halaman sekolah dengan bangunan kuno itu kini di backgroudni dengan cuaca super mendung. Namun yang lebih menyeramkan adalah puluhan hantu berwajah menyeramkan tengah berdiri diam sambil menatap sinis setiap langkah Jiyeon. Ia merasa takut, heran, dan bingung bercampur jadi satu  ada apa ini?’ . Ia tetap melangkah seolah tidak melihat mereka. Kebetulan disitu sangat sepi, Jiyeon mempercepat langkahnya. Hantu-hantu itu banyak sekali, mereka mulai mengikuti Jiyeon.
“sadarlah, Jiyeon....” ucapan mereka lebih terdengar saperti rintihan yang semakin membuat Jiyeon takut. Ia mulai berlari sekarang karana hantu-hantu itu mulai mengejarnya.
Ia menambah kecepatan larinya. Tak peduli pada orang-orang yang melihatnya berlari-lari di halaman sekolah begitu datang ke sekolah. Ia tetap berlari sambil ketakutan, sebelum sebuah bongkahan batu membuatnya tersandung dan pingsan.
---
                Jiyeon membuka matanya, sadar. Dilihatnya sekelilingnya. Kini ia peham bahwa sedari tadi ia tertidur di ruang UKS.
                “Sial, aku melewatkan pelajaran. Lihat sekarang jam berapa? Sudah jam sepuluh!” omelnya pada dirinya sendiri. Di benaknya ia masih diselimuti rasa takut akan dikejar puluhan hantu seperti tadi.
Dilangkahkannya kaki dengan hati-hati, melihat kekanan-kiri di lorong sekolah. ‘aneh, kenapa mereka tidak ada?’ pikirnya heran. Kelas pelajaran tengah dimulai saat ini, jadi lorong-lorong sekolah tampak sepi, sedang Jiyeon melenggang dengan gerakan seorang spy yang kepalanya tengok sana tengok sini menuju ke ruang loker.
Ia baru saja hendak mengambil buku sejarah, karna jadwalnya sekarang adalah kelas sejarah. Namun belum sampai dibuka lokernya itu, ia hanya melongo saja membaca secarik stick papper yang ditempel di pintu lokernya.
                Jam 09.45. Kalau tidak ada pelajaran penting, temui aku di atap gedung utara.
                                                                                                                            Baekhyun
Yeoja itu tersenyum singkat ‘sejarah tidak begitu penting, kan?’. Ia kemudian mengurungkan niatnya mengambil kelas sejarah dan bergegas ke gedung utara.
***
                Seorang namja berdiri nematap hamparan kota dari atap gedung. Angin sepoi-sepoi menggerak-gerakkan rambut hitamnya. Sedang matanya tampak suram tidak cerah seperti biasanya.
Sebuah suara yeoja menghamburkannya dari sesuatu yang tampak tengah ia renungkan. Membuatnya menoleh dan menatap sedih ke arah yeoja yang tengah melangkah mendekatinya.
“kau masih terbilang baru di sini. Beraninya bollos pelajaran.” Ucap yeoja yang sekarang berdiri di sisinya.
“aku bolos pelajaran fisika. Kau tahu, semua temanku yang nilainya tak pantas sedang mengulang ulangan yang mereka lakukan beberapa waktu lalu. Sayangnya aku satu-satunya yang tidak.” Ucap namja itu.
Si yeoja tahu apa yang berbeda. Ya. Namja itu berbeda karena ia sedang tampak sedih tak seperti biasanya.
“Baekhyun, kau tampak sedih ada apa?”
“aku baru rasakan ternyata sedih ini begitu menyakitkan.” Ujar namja itu lirih, saking lirihnya sampai suaranya diterbangkan angin.
“kenapa? Katakan apa yang bisa menghiburmu.” Tanya si yeoja. Ia kira ini saatnya ia bisa membalas kebaikan si namja yang senantiasa bisa menghiburnya saat ia sedang murung.
Namja itu menoleh, ekaspresinya sedikit cerah, “jiyeon, kau benar ingin mengobati kesedihanku?”
“eh,.. iya.” Entah kenapa yeoja bernama Jiyeon itu menjadi sedikit ragu.
“kalau begitu tutup matamu.”
“ne?”
“aku bisa semakin sedih kalau kau tidak mau.”
“e .. iya.. iya..” ia mulai memejamkan matanya.
                Tiba-tiba sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Kini ia membuka matanya dan sadar kalau Baekhyun tengah menciumnya sekarang.---#skip--- Nafasnya mulai habis, ia berusaha mendorong namja itu untuk menyudahinya. Tapi Baekhyun malah memperdalam ciumanya dan memeluknya erat-erat.
“akku..ti..dak mau... kehhh. ..hilang..ngan..mu...” ujar Baekhyun di sela ciumannya.
                Jiyeon menyadari sesuatu yang aneh dari kalimat Baekhyun. Niatnya untuk bertanya begitu kuat untuk mendorong namja yang masih menciumnya itu kuat-kuat hingga mundur selangkah memberi jarak diantara mereka.
Jiyeon mengedipkan matanya dua kali. Silau, “wae? Aku tidak akan meninggalkanmu..”
Namja dihadapannya menatapnya tajam penuh luka tersirat yang nampak lewat matanya,
“Tapi Jiyeon... kau..kau.. sudah meninggal.”
FLASHBACK beberapa jam yang lalu....
TEETTT...TETT..
                Bel yang berdering tiap dua jam pelajaran sekali itu baru saja berdering. Semua murit-murit yang tadinya berada di kelas masing-masing sesuai jadwal harian yang mereka ambil di awal semester berhamburan keluar menuju loker untuk menyiapkan pelajaran selanjutnya.
                Baekhyun yang baru saja keluar dari kelas kalkulus tampak tengah mencari keberadaan seseorang. Kepalanya menoleh kesana-kemari dan mata sipitnya mencermati setiap sudut di sana ‘dimana yeoja itu?’
baekhyun, kau mencari siapa?” tanya teman sekelasnya, Cahnyeol yang menyusulnya keluar dari ruang kelas.
“Jiyeon.. dari pegi aku belum melihatnya. Apa dia tidak masuk?”
ucapan itu bagai halilintar yang seolah menampar wajah Chanyeol. Ia pun menganga heran.
“ka..kau kenal dengan Jiyeon? Kau kan murid baru..”
“tentu saja. Jangan kira murid baru tidak bisa dekat dengan yeoja cantik.”
Chanyeol tetap kalut seperti tadi, “sejak kapan kau mengenalnya?”
“sejak hari pertama aku masuk ke sini. Yak, kau ini kenapa bertanya seperti itu?”
“Baekhyun, kau bisa ikut aku sebentar?”  ujar Chanyeol sambil melirik ke sekelilingnya yang ramai.
                Tempat mereka kini sepi. Chanyeol merasa sekaranglah waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya pada teman barunya, Baekhyun.
Kemudian namja jangkung itu berbisik, “Sebenarnya, Jiyeon sudah meninggal 20 hari lalu. Tepat sehari sebelum kedatanganmu ke sekolah ini.”
                Baekhyun tersentak. Heran, tentu saja. Hampir setiap hari berjalan, tertawa, berbincang, bersama gadis yang sudah mati 20 hari yang lalu?? 
“Tidak mungkin, kau mengacau.”
“Yak! Aku tidak  bercanda..” raut mukanya benar-benar serius sekarang, tak seperti biasanya.
“Mana mungkin! Sejak mengenalnya, aku sering melihatnya bersama teman-temannya, setiap hari pun ia selalu dapat bangku di tengah saat di kelas. Saat ulangan pun seongsangnim selalu memberinya kertas ualangan dan kertas soalnya. Dan setiap hari pun selalu saja ada yang menyapanya, memberinya ucapan selamat pagi, apa kabar” ia terengah saking semangatnya ia berkata tadi “jadi kau pasti sedang berbohong padaku.” Lanjutnya kemudian.
“byun baekhyun, dengarkan aku. Kau orang baru, jadi mungkin kau belum paham suatu tradisi di sini.”
“tradisi?” suara baekhyun meninggi. Ia sudah tak tahu lagi arah pembicaraan temannya itu.
“ di sini. Selama 40 hari seseorang meninggal, semua penduduk kota akan bersikap seolah ia tidak meninggal. Kami semua kan bertindak sebisa mungkin seolah dia masih ada di sini. Jadi begitu pula dengan kami. Kami akan berusaha berperilaku seolah masih ada murid bernama Park Jiyeon di sini...” kalimatnya berakhir menggantung, “padahal tidak” Chanyeol melanjutkan.
“tapi...”
“kalau kau tidak percaya, kau bisa tanya pada seluruh murid di sini.” Ucap Chanyeol menegasi untaian kisahnya itu.
                Baekhyun merasa hatinya tertohok besi karatan. Rasa ngilu memelintir ulu hatinya.ia diam seribu bahasa sekarang. Seolah terbungkam kenyataan yang sangatlah mustahil baginya. Ia bingung apakah perasaan yang tengah ia rasakan sekarang. Bingung, sedih, dan perasaan kalut akan ditinggalkan melilitnya seperti tornado yang bergemuruh di benaknya. Selain itu..
“apa aku sudah gila?”
FLASHBACK END
                Jiyeon mengerjap. Kakinya yang lemas membuatnya terhuyung mundur ke belakang, “apa katamu?”
“seseorang bernama Jiyeon sudahlah meninggal. Bukankah itu kau?” semburan rasa pahit dari empedu menyembur dari dalam tenggorokannya ke rongga mulut baekhyun. Merajami lidahnya kala ia mengatakannya.
Aku sudah meninggal? Lantas apa aku ini? Hantu? Arwah?
                Kemudian sebuah film berdurasi cepat terputar jelas di pikiran Jiyeon. Seperti flashback yang kemudian diputar ulang.
.....
                Aku duduk menatap ibu menyantap hidangan makan malamnya dengan setengah niat. Ia tampak begitu sedih. Aku sudah hapal, seolah terlatih untuk senantiasa melihat pemandangan ini setiap harinya. Dengan ragu, aku mulai membuka suara.
“ibu, adakah yang membuatmu sedih?”
Sunyi. Ibu hanya diam. Melihatku pun tidak.
“ibu, apa kau mendengarku?”
Sepi. Seolah tak mendengar apapun.
“ibu.....??”
Hening. Tak ada suara lain yang ku dengar selain suara berisik yang kukeluarkan sendiri.
.....
                Hantu dimana-mana,.. aku tak tahu apa alasan dibalik kenapa mereka tampak olehku. Dan itu sedikit mengusikku.
.....
                Aku selesai mengerjakan soal kyu-saem paling awal. Jadi aku mengacungkan jariku cepat-cepat untuk diperbolehkan menjelaskan jawabanku kepada teman yang lain. Tapi kyuhyun seongsaengnim tidak menyuruhku maju seperti biasa. Buruknya, ia bahkan sama sekali tidak melihatku.
......
                ‘Semua orang berlalu dan menyapaku tanpa menatap mataku. Seolah berbicara dengan angin. Ada apa ini?’ renungku saat makan siang di kantin sekolah. Hingga suara namja menyentakku dari pikiranku yang sedang mengelana jauh.
“Hei, pemurung. Kenapa sendiri di sini? Biasanya kau di sana bersama teman-temanmu,” ujar baekhyun.
Ah, namja itu-lah satu-satunya orang yang begitu cerewet kepadaku disaat semua orang sedang menganggapku tuli sekarang. Teman-temanku? Percuma aku disana, Cuma seperti seonggok patung yang disediakan ruang untuk dipajang, tidak untuk diajak bicara.
......
                Seorang pelayan berbicara aneh pada baekhyun. Ia menjawab pernyataan namja itu dengan tidak wajar. Baekhyun ingin mengajaknya makan? Hello.. ada aku disini. Apa kau tidak melihatku????
......
                 Aku bertemu dengan hantu kakakku, Luhan. Sepertinya dia tahu sesuatu tentang kenapa aku diacuhkan semua orang dan perihal aku jadi bisa melihat hantu. Tapi disaat aku bertanya penyebabnya, ia pun menghilang. Bahkan samapi sekarang pun aku masih belum melihatnya. Aku terus berpikir tentang segala perubahan drastis dalam hidupku ini.
......
                “Baekhyun, aku tidak mengerti..”
                “Barangkali kau tidak merasa. Mungkin setiap aku berbicara denganmu, makan denganmu, tertawa bersamamu.. mungkin orang akan menganggapku tolol. Atau seandainya ada orang yang sedang melihat kita sekarang, pasti yang ia lihat adalah orang sinting yang sedang berbicara sendiri.” Ada sedikit penyesalan di akhir ucapannya itu. Penyesalan itu membuatnya memilih untuk  menunduk menatap sepatunya dari pada menyaksikan jiyeon yang akan tampak menyedihkan dan sangat terpukul.
                Seribu juta voltase seakan menyengat setiap sel-sel otaknya. Ups, salah. Bukankah dia adalah hantu??..
                Lututnya mulai lemas menyangga tubuhnya dan pikiran yang mulai terbuyar seolah lupa menyuruh otot kakinya untuk menahannya tetap berdiri tegap. Sedikit sedikit ia mundur terhuyung menjauhi baekhyun. Mulutnya kelu seakan lupa bernafas.
Ia masih terhuyung mundur.. selangkah..dua langkah.. tiga langkah.. tapi ia sidah lenyap seakan diterbangkan angin. Hilang dari hadapan baekhyun.
“tapi jiyeon.. aku begitu mencintaimu..” ucap baekhyun yang begitu mengangkat wajahnya mengetahui kalau yeoja itu tidak ada di sana lagi. Terlambat. Tentu saja. Sayang sekali…
“aku belum selesai bicara. Jangan pergi..” ujarnya sendiri. Lirih.
“Jiyeon, jangan tinggalkan aku. . saranghae..”
~~~~end
                *maaf kalo endingnya sedih gitu…hehe. Dari awal author udah pengen bikin ff berakhir tidak bahagia gitu.. bagi pembaca aku harapin comment-nya…dan yang udah comment, gomawo eapz..=D*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar